Puisi, Cinta dan Politik
Aku berdiri di antara tiga jalan.
Satu bernama puisi, yang lirih namun tajam, menyusup ke jiwa, mengurai kata menjadi senjata.
Yang kedua politik, penuh janji dan tipu daya, menggoda dengan kekuasaan, tapi sering meninggalkan luka.
Dan yang terakhir cinta, lembut namun rumit, membakar sekaligus menyembuhkan.
Apakah aku bisa mencintai tanpa peduli pada politik?
bagaimana mungkin aku berpuisi tanpa merasakan cinta?
dan politik, apakah ia tak butuh keindahan puisi atau kehangatan cinta untuk menjadi manusiawi?
Aku hanyalah pejalan yang tersesat, merangkai puisi di jalan cinta, dan berharap politik tak selalu mematahkan sayapku.