Mengupas Data
Aku duduk di hadapan layar,
cahaya biru memancar seperti mantra modern. Angka-angka berbaris rapi,
seperti prajurit tak bersenjata,
menunggu komando untuk bercerita.Aku tanyakan pada data,
apa makna dari deretan nol dan satu?
Apakah kau sekadar bayang-bayang,
atau gema kebenaran yang terbungkus algoritma?Di antara kolom dan baris,
ada jejak manusia—
tangan yang mengetik,
pikiran yang merancang,
dan hati yang mungkin hilang.Aku telaah pola,
mencari narasi di balik grafik yang bisu.
Apakah garis naik ini adalah kemajuan,
atau ilusi yang disusun demi laporan?Data, kataku,
kau adalah cermin,
tapi cermin retak.
Kau memantulkan dunia,
namun tak pernah utuh.Kuhancurkanmu dalam pivot,
merangkai ulangmu dalam tabel.
Namun di ujung perhitungan,
aku bertanya:
Siapa yang kau layani?
Aku, atau sistem yang melahirkanku?Di balik setiap angka,
ada kekosongan yang menunggu diisi.
Aku adalah narator,
kau adalah teks tanpa makna.
Kita bertemu dalam paradoks,
di mana kebenaran adalah tafsir,
dan tafsir adalah kuasa.Maka aku berhenti sejenak,
menghela napas di antara baris kode.
Sebab mengupas data,
adalah mengupas diri sendiri.