Menelusuri Jejak Masuknya Islam ke Garut

Raka Putra Pratama
9 min readJan 12, 2022

--

Candi Cangkuang dan Makam Embah Dalem Arif Muhammad di Leles, Garut

EPILOG

Sejarah awal masuknya Islam ke Nusantara sampai saat ini masih diperdebatkan oleh para sejarawan. Banyak versi dan teori tentang masuknya Islam ke Nusantara. Ada yang menyatakan bahwa masuknya Islam ke Nusantara dipengaruhi oleh orang Arab, Gujarat, Persia hingga Tiongkok. Dibalik perdebatan dan jejak awalnya masuknya agama Islam ke Nusantara yang masih samar-samar, agaknya cukup bagi kita untuk melanjutkan membahas masuknya Islam ke wilayah Jawa Barat khususnya Garut.

Wilayah Garut merupakan salah satu wilayah yang cukup padat penduduknya di Jawa Barat. Sampai saat ini saja jumlah penduduk Kabupaten Garut berjumlah 2,58 juta jiwa. Dari jumlah tersebut mayoritas penduduk Kabupaten Garut beragama Islam. Melihat begitu banyaknya penduduk Kabupaten Garut yang mayoritas beragama Islam, maka agaknya menarik untuk membahas sejarah masuknya Islam ke Garut. Artikel ini akan mengkaji jejak masuknya agama Islam ke Garut berserta Islamisasinya sepanjang perjalanan sejarah.

Pijakan Islam di Jawa Bagian Barat

Sebelum kita membahas masuknya Islam ke Garut, sangat relevan bilamana kita membahas terlebih dahulu jejak masuknya Islam ke wilayah Jawa bagian barat. Mengingat bahwasanya Garut merupakan bagian dari wilayah Jawa Barat, maka sangat penting untuk berpikir lebih holistik tentang penyebaran Islam di dalam kerangka geografis yang lebih luas.

Wilayah Jawa Barat merupakan wilayah yang sejuk dipenuhi dengan pegunungan. Daerah-daerah di Jawa Barat pada umumnya dikelilingi oleh gunung-gunung, namun terkecuali wilayah pesisir yang notabene sangat dekat dengan lautan. Di wilayah-wilayah pesisir Jawa Barat terdapat pelabuhan yang notabenenya secara sosial-ekonomi dan sejarah sangat vital dalam agenda perdagangan. Pelabuhan di Jawa Barat yang terkenal sejak dulu dan temat vital perdagangan adalah Cirebon.

Cirebon menjadi titik tolaknya masuknya agama Islam ke Jawa Barat. Para pedagang dari bangsa Arab, Tiongkok, Persia dan sebagainya banyak yang melakukan aktivitas perdagangan di Cirebon. Sembari melakukan aktivis perdagangan, tentunya terjalin interaksi sosial antar aktor-aktor ekonomi di pelabuhan sembari menyebarkan ajaran-ajaran keagamaan. Cirebon diketahui merupakan wilayah tertua yang penduduknya telah menganut agama Islam sejak abad ke-16. Catatan Tome Pires pada 1513 menyebutkan bahwa pada saat ia berkunjung ke Cirebon sudah banyak penduduk yang beragama Islam.

Bukti nyata tentang agama Islam di Cirebon telah menyebar pada abad ke-16 juga dipertegas oleh naskah Carita Purwaka Caruban Nagari. Diceritakan bahwa orang-orang Tionghoa banyak yang berdatangan ke pelabuhan Cirebon. Orang-orang Tionghoa tersebut berkaitan dengan ekspedisi Laksamana Cheng Ho, Ma Huan dan Feh Tsin.3 Laksamana Cheng Ho merupakan seorang penjelajah asal Tionghoa yang beragama Islam. Dalam premis tersebut, besar kemungkinan orang-orang Tionghoa menyebarkan agama Islam di Cirebon.

Sebenarnya jejak masuknya agama Islam di Jawa Barat telah ada pada abad ke-14. Namun tidak ada bukti bahwa pada periode tersebut agama Islam telah menyebar layaknya di Cirebon pada abad ke-16. Seorang ulama bernama Haji Purwa, Syekh Quro dan Datuk Kahfi telah lama menganut agama Islam sebelum abad ke-16. Namun mereka tidak terdapat bukti mereka menyebarkan agama Islam di pedalaman (wilayahnya), yang terjadi justru mereka bermigrasi ke Cirebon.

Sampai sini kita melihat adanya titik tolak pertama menyebarnya agama Islam di wilayah Cirebon atau pesisir. Di sini muncul suatu pertanyaan, bagaimana agama Islam bisa menyebar ke wilayah pedalaman Jawa Barat? Ada aktor-aktor keagamaan yang menyebarkan agama Islam ke pedalaman Jawa Barat. Aktor-aktor keagamaan tersebut umumnya sangat berkaitan dengan Kesultanan Cirebon. Aktor-aktor tersebut diantaranya adalah Syarif Hidayatullah, Fatahillah, Sunan Gunung Djati, Abdullah Iman dan Pangera Makhdum. Aktor-aktor yang disebutkan berperan penting dalam penyebaran agama Islam ke daerah pedalaman Jawa Barat.

Masuknya Islam ke Garut: Cangkuang Leles

Di wilayah Garut sendiri hampir serupa dengan daerah-daerah pedalaman lainnya. Penyebaran agama Islam ke Garut sangat dipengaruhi oleh wilayah pesisir dan aktor-aktor keagamaannya. Aktor-aktor keagamaan penyebar agama Islam ke wilayah Garut yaitu Embah Dalem Arif Muhammad. Aktor keagamaan tersebut dipercaya sebagai penyebar agama Islam di wilayah Garut. Makam Embah Dalem Arif Muhammad kini berada di Candi Cangkuang –Leles, Kab. Garut- dan disakralkan oleh penduduk Garut.

Dalam tradisi lisan masyarakat Garut khususnya daerah Cangkuang Leles, Arif Muhammad merupakan tokoh sakral yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Garut. Makam Arief Muhhamad yang berada dekat Candi Cangkuang pun masih menjadi tanda tanya tersendiri. Mengapa seorang tokoh agama Islam yang katanya disakralkan berada dekat bersampingan dengan candi Hindhu?

Makan Embah Delem Arif Muhammad di Cangkuang, Leles

Embah Dalem Arif Muhammad diceritakan merupakan seorang pasukan yang Mataram (Islam(cenderung sinkretik)). Dia diceritakan merupakan utusan Mataram untuk berperang melawan kompeni. Perang antara Dalam catatan sejarah, perang antara Mataram dan kompeni VOC mencapai titik puncak pada masa Sultan Agung berkuasa. Artinya kemungkinan besar Arief Muhammad merupakan utusan Sultan Agung untuk berperang melawan kompeni VOC pada 1628 dan 1629.6 Dalam tutur tradisi lisan penduduk, Arif Muhammad melarikan diri dari peperangan dan singgah di Garut. Artinya Arif Muhammad datang ke Garut abad ke-17.

Kemungkinan besar Embah Dalem Arif Muhhamad mengalami ketakutan untuk kembali ke Mataram dikarenakan akan dihukum mati oleh Sultan Agung. Mengingat kekalahan Mataram oleh VOC membuat Sultan Agung marah besar dan menghukum pasukannya termasuk yang paling terkenal adalah hukuman terhadap Dipatiukur. Arif Muhammad menyebarkan agama Islam ke berbagai wilayah Garut atau Priangan Timur saat ini.

Dakwah Arif Muhammad di wilayah Garut ini dibantu oleh anak-anaknya. Konon anak Arif Muhammad berjumlah tujuh orang anak, satu anak laki-laki dan enam anak perempuan. Namun walau begitu, istri dari Arif Muhammad tidak diketahui siapa dan dari mana asalnya. Dalam tutut penduduk desa Cangkuang khususnya Kampung Pulo, mereka semua mengklaim bahwa mereka adalah keturunan Arif Muhammad.

Naskah warisan Arief Muhammad

Jejak-jejak selanjutnya tentang penyebaran Islam di Garut dipertegas oleh adanya naskah-naskah yang dipercaya milik Arif Muhammad. Naskah-naskah tersebut tertulis dengan bahasa Jawa kuno. Diperkirakan bahwa naskah tersebut bisa jadi ditulis Arif Muhammad saat masih berada di Mataram. Naskah-naskah tersebut kini menyebar di penduduk yang mengklaim dirinya adalah turunan Arif Muhammad dan mendapatkan sakralitas untuk menjaga naskah tersebut.

Pertanyaan yang belum terjawab di sini adalah mengapa makam Arif Muhammad yang merupakan seorang ulama beragama Islam berada dekat dengan Candi Cangkuang sebagai candi Hindu? Dari hal tersebut sebenarnya kita dapat mengklaim bahwa penduduk Cangkuang saat itu sangat toleran dan akulturatif. Buktinya saja seorang yang disakralkan dalam agama Islam dimakamkan oleh penduduk sangat dekat dengan candi Hindu.

Sebenarnya jika kita telaah lebih jauh silsilah Arif Muhammad yang berasal dari Mataram abad ke-17, kita bisa melihat bagaimana corak Islam-nya Mataram saat itu. Islam Mataram bersifat sinkretis. Unsur-unsur Hindu, budaya Jawa, Islam dan bahkan mistisme magis saling bercampur satu sama lain atau disebut M.C Ricklefs sebagai sintesis mistis.8 Sinkretisme keagamaan yang dibawakan oleh Arif Muhammad kepada penduduk lokal sanalah -yang kemungkinan besar menjadi faktor utama- yang membuat penduduk menerima secara terbuka campuran budaya dan pemakaman Arif Muhammad dekat dengan candi Hindhu tersebut.

Dari papar di atas kita dapat menyatakan bahwasanya peran Arif Muhammad sangat vital dan menjadi titik awal penyebaran agama Islam di wilayah Garut. Meski masih bersamar-samar, namun bukti tertua tersebut menyatakan bahwa penyebaran agama Islam pertama kali di Garut atau Priangan Timur dilakukan oleh Embah Dalem Arif Muhammad tepatnya pada paruh pertama abad ke-17.

Islamisasi dan Pesantren

Setelah mengetahui bahwasanya agama Islam mulai masuk ke Garut pada abad ke-17 mari kita kaji tentang penyebaran agama Islam di Garut lebih dalam lagi. Garut selama ini dikenal sebagai Kota Santri. Garut terkenal karena santri-santrinya yang taat menjalankan keagamaan. Para santri tersebut menuntut ilmu di pesantren, artinya pesantren merupakan wadah yang sangat penting dalam pendidikan keagamaan. Izinkan dibagian ini, kita membahas pesantren dan peran vitalnya dalam Islamisasi di Garut.

Posisionalitas pesantren yang penting dalam penyebaran Islam di Garut tidak bisa diragukan lagi. Ada beberapa pesantren yang dinilai cukup penting dalam penyebaran agama Islam di Garut di antaranya adalah: Pesantren Sunan Rohmat Suci, Pesantren Takhasus, Pesantren Keresek, Pesantren Cipari dan Pesantren Darussalam. Pesantren-pesantren tersebut masing-masing berada di wilayah yang berbeda.

Pesantren Keresek di Cibatu yang didirikan pada 1827 oleh seorang bernama Kiai Haji Nurhikam banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka di Garut seperti K.H Nahrowi, K.H Tobri, K.H Busyrol Karim, K.H Hassan Basri dan turunan-turunannya. Ulama-ulama tersebut nantinya berperan vital dalam Islamisasi di Garut. K.H Hasan Basri misalnya merupakan turunan petinggi Pesantren Keresek yang sangat terkenal dengan kedalaman ilmunya. Pendalaman ilmunya sangat dipengaruhi oleh pendidikannya di Pesantren Keresek. Setelah dewasa beliau menjadi pewaris dan petinggi pesantren (1977–2009). K.H Hassan Basri menjadi orang terpandang di Garut dalam hal keagamaan. Saat dewasa dia pergi juga berkelana ke Bandung dan Semarang untuk belajar dan menyebarkan ilmunya.

Pesantren Cipari juga memerankan peran yang tidak kalah pentingnya dalam Islamisasi di Garut. Pesantren Cipari didirikan oleh K.H Harmaen pada 1931. Pesantren ini memerankan peran penting dalam menyebarkan ajaran agama ke masyarakat. Pesantren Cipari rutin menggelar pengajian akbar dan kegiatan yang bisa membantu perekonomian warga sekitar. Tidak hanya itu pesantren ini juga terkenal dengan masjidnya yang sudah tua dan melegenda.

Pada saat masa gerombolan DI/TII di Garut, Pesantren Cipari menjadi pusaran konflik. Pesantren Cipari menjadi lawan utama DI/TII di wilayah Garut. Artinya pesantren ini menjadi tempat vital ajaran keagamaan yang mengharuskannya bersengketa dengan kemelut politik. Disinyalir juga bahwasanya Kartosuwiryo pernah berhubungan dekat dengan petinggi pesantren ini yaitu K.H Yusuf Tauziri hingga akhirnya keduanya harus berselisih karena berbeda pandangan.

Masjid Pesantren Cipari

Selain pesantren-pesantren peranan kiai secara individu juga sangat penting dalam Islamisasi di Garut. K.H Mustafa Kamil (1884–1945) merupakan seorang kiai yang lahir di Tarogong Garut. K.H Mustafa Kamil merupakan seorang anggota SI Garut selama masa pergerakan. Di masa-masa pergerakan hingga pendudukan Jepang, beliau sangat frontal dalam menentang sistem penjajahan yang menindas. K.H Mustafa Kamil terkenal dengan kebaikan dan kedermawanannya ke masyarakat selain ilmun agamanya yang mendalam. Pada masa-masa perang revolusi kemerdekaan K.H Mustafa Kamil ikut peperangan tersebut hingga akhirnya dia dinyatakan tewas.

Disamping kuatnya pesantren dan figur seorang kiasi sebagai basis Islamisasi di Garut adanya juga peranan kuat partai-partai politik dalam Islamisasi di Garut. Sarekat Islam misal ya pernah menjadi basis penting dalam politik dan keagamaan di Garut. Sarekat Islam di Garut dikenal dekat dengan buruh-buruh pribumi dan membawa pembebasan bagi mereka atas sistem kapitalisme kolonial yang eksploitatif. Wujud nyata kuatnya peran SI di Garut adalah Peristiwa Cimareme (1919).

Kejadian Cimareme dipicu oleh sistem ekonomi pertanian kolonial yang memberakatkan. Hal ini membuat kemarahan K.H Hasan sebagai tokoh terpandang di Cimareme, Banyuresmi Garut. Terjadi konflik berdarah antara penduduk pribumi dan pemerintah kolonial, K.H Hasan dan pengikutnya tewas. Dibalik kejadian ini Sarekat Islam dituduh oleh pemerintah kolonial memainkan peran penting. SI dituduh memiliki organisasi bayangan yang menghasut kejadian Cimareme. Karena hal ini Abdul Muis dan Tjokroaminoto sebagai petinggi SI terpaksa harus ditangkap pemerintah kolonial.

PROLOG

Dari apa yang telah dikaji di atas dengan cukup panjang sekarang kita mengetahui awal mulai masuknya agama Islam ke Garut. Masuknya agama Islam ke Garut tidak bisa dilepaskan dari kerangka holistik dan lingkup geografis yang luas. Masuknya Islam di Garut sama dengan masuknya Islam di wilayah-wilayah pedalaman Jawa Barat, dipengaruhi oleh aktor-aktor keagamaan. Peranan Arif Muhammad menjadi pada abad ke-17 menjadi titik awalnya masuk dan menyebarnya agama Islam di Garut. Islamisasi ini kemudian diperankan kuat oleh lembaga pendidikan keagamaan di Garut dengan para kiai-nya. Organisasi politik juga tidak kalah penting dalam menegaskan Islamisasi di Garut.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2020). Hasil Sensus Penduduk 2020. https://garutkab.bps.go.id/.

Diakses pada 25 September 2021.

Disparbud Jabar. (2012). Masjid Cipari Wanaraja. http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=111&lang=id. Diakes pada 25 September 2020.

Farizal & Samsudin. (2021). Sejarah Perkembangan Kabupaten Garut. Al-Tsaqafah Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, Vol 18 (1).

Farid. (2016). Cangkuang, Situs Pemakaman Muslim Kuno yang Terlupakan. https://liputanislam.com/kajian-islam/cangkuang-situs-pemakaman-muslim-kuno-ya ng-terlupakan-7-tamat/. Diakses pada 25 September 2021.

Herlina, Nina. (tahun terbit tidak diketahui). Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat.Jatinangor: Unpad.

Imadudin, Iim. (2010). Peranan Kiai dan Pesantren Cipari Garut Menghadapi DI/TII (1948–1962). Patanjala, Vol 2 (1).

Muhshin, Mumuh. (2010). Penyebaran Islam di Jawa Barat. Jatinangor: Unpad.

M.C Ricklefs. (2013). Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai Sekarang. Jakarta: Serambi

M.C Ricklefs. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi.

Saringendyanti, Etty. (2008). Pola Tata Ruang Situs Cangkuang, Leles Garut: Kajian Keberlanjutan Budaya Masyarakat Sunda. Jatinangor: Unpad.

Syukur, Abdul. (2016). Kampung Pulo: Traces of Islamic in Garut Regency, West Java.

Sasdaya: Gadjah Mada Journal Humanities, Vol 1 (1).

Teguh, Irfan. (2019). Peristiwa Cimareme: Perlawanan Haji Hasan Berakhir di Ujung Bedil.https://tirto.id/peristiwa-cimareme-perlawanan-haji-hasan-berakhir-di-ujung-b edil-dnzc. Diakses pada 25 September 2021.

Triani, Neneng Elin. (2011). Perkembangan Pesantren Keresek di Desa Keresek Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut pada Masa Kepemimpinan K.H Hassan Basri 1977–2009. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.

Yustiana, Kurnia. (2015). Misteri Batu Nisan yang Merunduk di Garut. https://travel.detik.com/domestic-destination/d-3024741/misteri-batu-nisan-yang-me runduk-di-garut. Diakses pada 25 September 2021.

--

--

Raka Putra Pratama

writer and socio worker | dive into digital marketing and popular culture in postmodern era