Membaca Etika Utilitarian

Raka Putra Pratama
5 min readJul 28, 2021

--

Salah satu aliran filsafat yang sangat berpengaruh dalam filsafat etika adalah aliran utilitarianisme. Aliran filsafat utilitarianisme pertama kali dicetuskan oleh Jeremy Bentham (1748–1832). Jeremy Bentham merupakan seorang filsuf yang lahir di London Inggris pada 15 Februari 1748. Ayah Jeremy Bentham merupakan seorang jaksa hukum, latar belakang keluarganya yang berkecimpung dalam dunia hukum ini membuat Bentham tertarik untuk mendalami bidang hukum dan kemudian membuat Bentham memutuskan untuk kuliah Oxford University.

Dunia akademik Bentham tidak hanya dipengaruhi oleh keluarganya tapi juga dipengaruhi oleh kondisi sosial Inggris saat itu yang penuh praktik ketidakadilan (Fios :2012). Berbagai faktor tersebut perlahan membuat Bentham beranjak menjadi seorang filsuf etika yang kemudian melahirkan aliran bernama utilitarianisme.

Kata utilitarian berasal dari bahasa Latin yaitu utilis yang artinya manfaat atau kegunaan. Utilitarianisme merupakan aliran filsafat yang memandang suatu tindakan dapat dikatakan baik dan benar apabila tindakan tersebut memberikan manfaat dan kebahagiaan.

Dalam pandangan utilitarian kehidupan manusia dipenuhi oleh rasa senang dan rasa sakit. Rasa senang dan rasa sakit inilah yang kemudian menjadi pijakan asumsi teoritis utilitarianisme. Asumsi teoritis utlitarianisme memandang individu memiliki otonomi moral, otonomi moral yang dimiliki individu ini akan cenderung mendorong individu itu sendiri bertindak untuk mencapai rasa senang (Heywood, 2018: 650).

Menurut pandangan utilitarianisme segala bentuk tindakan yang tidak menimbulkan ‘manfaat’ kebahagiaan seperti rasa sakit, penderitaan, kemelaratan dan hal negatif lain merupakan hal yang dianggap salah dalam aliran ini. (Pranowo, 2020). Dikarenakan aliran ini berfokus pada manfaat dari suatu tindakan maka dikatakan aliran ini berfokus pada ‘hasil atau konsekuen’.

Dalam filsafat utilitarian ada suatu diktum the greatest good to the greatest number. Artinya kebahagiaan terbaik adalah kebahagiaan yang terbanyak. Semakin suatu tindakan membawa dampak baik yang menghasilkan kegunaan dan kebahagiaan kepada ‘orang banyak’ maka menurut aliran ini semakin baik. Sebaliknya, tindakan yang semakin tidak memiliki dampak baik atau menimbulkan dampak buruk kepada orang banyak adalah tindakan yang paling dicela dalam aliran ini (Pranowo, 2020). Dalam utilitarianisme ada konsep yang bernama prinsip utilitas maksimal yaitu prinsip tindakan yang menghasilkan kegunaan dan kebahagian paling paling banyak (Radek & Singer, 2017: 14–16). Dari hal ini kita memahami bahwa etika utilitarian berfokus pada ‘kuantitas’.

Dampak dan kuantitas menjadi ciri mendasar pada aliran etika utilitarianisme. Dalam perkembangannya fondasi etika moral utilitarian yang menekankan dampak dan kuantitas ini menjadi dasar bagi dua varian utilitarianisme. Aliran utilitarianisme memiliki dua varian yaitu utilitarianisme tindakan dan utilitarianisme aturan (Smart & William, 1973: 6–8).

Utilitarianisme tindakan atau act utilitarianism menekankan agar suatu tindakan menghasilkan dampak yang manfaat bagi orang banyak. Pandangan baik atau buruk dalam utilitarianisme tindakan didasarkan pada konsekuensi tindakannya diri sendiri. Utilitarianisme memandang bahwa tindakan baik dilihat berdasarkan hasilnya bukan niat atau prosesnya. Sejauh apapun niat baik namun bila tidak menghasilkan dampak yang jelas tidak dapat dikatakan suatu kebenaran. Cara buruk bahkan dengan kekerasan namun dapat menghasilkan suatu kemanfaatan dapat dikatakan benar dalam aliran ini (Smart & William, 1973: 6).

Setelah utilitarianisme tindakan muncul juga utilitarianisme aturan atau utilitarianism of rule. Utilitarianisme aturan merupakan bentuk pengobjektivikasian dari utilitarianisme tindakan. Aturan menurut aliran utilitarian harus membawa dampak manfaat terhadap orang banyak. Utilitarisme aturan menjadikan aturan sebagai patokan dalam tindakan yang membawa manfaat pada orang banyak. Jika ada aturan yang sama sekali tidak membawa dampak manfaat atau nilai guna maka utilitarianisme kerapkali mengkritisi hal ini (Smart & William, 1973: 7).

Dalam studi kasus yang empiris, sebagai salah satu contoh yang konkret bilamana utilitarianisme diaplikasikan misalnya ketika kehidupan bernegara pemerintah melakukan kebijakan impor beras dari luar negeri dikarenakan harga beras di luar negeri jauh lebih murah dan akan memberikan manfaat keuntungan bagi masyarakat banyak. Kebijakan yang dilakukan pemerintah ini merugikan para petani dikarenakan komoditasnya kalah saing dipasaran dengan beras impor yang lebih murah. Maka dari itu kebijakkan pemerintah yang lebih mengutamakan kebahagiaan masyarakat banyak dan merugikan para petani ini dipandang mengandung kaidah etika utilitarian.

Contoh lain misalnya ketika ada seseorang merampok orang paling kaya di sebuah desa dengan tujuan hasil rampokannya nanti diberikan kepada orang banyak yang berada dalam kemiskinan, dapat dibenarkan dalam aliran ini. Utilitarianisme tidak memperdulikan rasa sakit dan penderitaan satu orang individu karena dirampok tapi aliran ini lebih memperdulikan kebahagiaan dan manfaat bagi banyak orang.

Utilitarianisme mengalami berbagai pembaharuan dari pemikirnya. John Stuart Mill (1806–1873) dalam pembaharuannya mengenai utilitarianisme merevisi utilitarinisme dan lebih menekankan utilitarianisme pada kualitas. Mill dalam pembaharuannya mengenai utilitarianisme pertama-tama menjabarkan konsep kebahagiaan itu sendiri. Kemudian dia mengkritik Bentham, menurutnya Bentham menyamakan kebahagiaan manusia dengan hewan karena karena Bentham melihat kebahagiaan hanya dengan angka (Mill 2001: 12–15).

Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan filsuf utilitarian terhadap aliran utilitarianisme, intinya dari berbagai pembaharuan tersebut para utilitarian lebih menekankan konsep dan indikator kebahagiaan itu sendiri. Meski utilitarianisme mengalami berbagai pembaruan namun tetap saja banyak kritik terhadap aliran tersebut.

Pandangan utilitarianisme yang bias mayoritas dan mengutamakan dampak atau hasil ini banyak menuai kritik terutama jika dikaitkan dengan konsep hak asasi individu dan keadilan. Dalam konteks keadilan utilitarian tentunya akan membela hal yang lebih menguntungkan dan membahagiakan orang banyak daripada hak-hak minoritas terlemah termasuk hak paling mendasar seperti hak hidup.

Salah satu kritik pedas terhadap utilitarianisme dalam konteks keadilan adalah kritik yang dilakukan John Rawls dalam bukunya yang berjudul Teori Keadilan. John Rawls keberatan dengan adanya prinsip utilitarianisme yang lebih mengutamakan keuntungan orang banyak daripada minoritas terlemah. Maka dari itu Rawls dalam teori keadilan mengemukakan konsep differential of principle atau prinsip perbedaan yaitu prinsip yang menghargai perbedaan status setiap individu. Sebagai konsep normatif, konsep ini memandang agar lembaga-lembaga yang memiliki otoritas mengenai keadilan, dalam konteks kebijakan harus lebih memperhatikan dan memilih orang yang terlemah secara sosio-ekonomi dari pada orang yang memiliki daya hidup dan status yang lebih mapan (Rawls, 2019: 72–106).

Utilitarianisme sebagai aliran yang berpengaruh dalam filsafat etika moral sampai saat ini masih marak ditemukan. Tulisan ini hanya memaparkan aliran etika utilitarianisme secara singkat dan tidak berniat mengkaji varian-variannya yang semakin kompleks. Dari hal ini kita bisa mengetahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari etika utilitarian yang lebih mengutamakan kebahagiaan orang banyak daripada hak fundamental individu masih banyak ditemui.

Daftar Pustaka

Fios, Frederikus. (2012). Keadilan Hukum Jeremy Bentham dan Relevansinya bagi Praktik Hukum Kontemporer. Humaniora, Volume 3 Nomor 1, hlm 299 -309.

Heywood, Andrew. (2018). Pengantar Teori Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mill, Stuart John. (2001). Utilitarianism. Ontario: Batoche Book Kitchener.

Pranowo, Yogie. (2020). Prinsip Utilitarianisme sebagai Dasar Hidup Bermasyarakat. Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi dan Sosial Budaya, Volume 26 Nomor 2, hlm 172–179.

Radek & Singer. (2017). Utilitarianism: Very Short Introduction. New York: Oxford University Press.

Rawls, John. (2019). Teori Keadilan: Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Smart & William. (1973). Utilitarianism For and Against. New York: Cambridge University Press.

--

--

Raka Putra Pratama

writer and socio worker | dive into digital marketing and popular culture in postmodern era