Cerita tentang Calon Arang
Seorang perempuan janda dengan pembawaan karakter pemberani bahkan diceritakan sangat jahat dan kerapkali menyusahkan raja diceritakan dalam cerita rakyat Bali. Saking dikenalnya perempuan tersebut sampai-sampai pula dalam setiap ritus upacara budaya lokal Bali ada suatu pantangan dan anjuran untuk menghindarkan rakyat Bali dari nasib buruk yang katanya diakibatkan dari roh jahat transdental perempuan tersebut. Cerita semacam ini telah berabad-abad terdengar dalam telinga masyarakat Bali dan entah dari mana awalnya. Buyut hingga cicit dari berbagai generasi secara kental mendengar cerita rakyat tentang si perempuan jahat ini.
Perempuan tersebut diceritakan bernama Calon Arang, seorang janda yang hidup di masa pemerintahan Raja Airlangga. Calon Arang atau juga disebut Rangda Nateng Girah tinggal disebuah desa bernama desa Girah di Jawa bagian Timur. Calon Arang dikenal sangat galak dan tak segan untuk membunuh penduduk di desa, bahkan untuk masalah sepele. Orang-orang desa tak mau melewati rumahnya karena takut kena santet atau jadi tumbal.
Sebelum menjadi janda konon katanya dia mempunyai suami bernama Mpu Kuturan. Suaminya tersebut resah dengan Calon Arang yang banyak bermain ilmu hitam. Calon Arang menyembah Dewi Durga dan mempelajari ilmu leak demi ambisinya. Calon Arang dikenal sangat jahat, tidak segan menyakiti orang lain dengan ilmu hitam. Atas hal tersebut sang suami enggan lagi memperistri Calon Arang dan memilih untuk meninggalkannya.
Walau ditinggal sang suami Calon Arang tidak sendirian, beliau punya bernama Ratna Manggali. Ratna Manggali dilisankan konon-katanya sebagai perempuan yang sangat cantik. Saking cantiknya laki-laki di desa tempat ia tinggal tidak bisa berkedip dan sangat berdebar hati saat berpapasan dengan Ratna Manggali.
Dibalik pesona kecantikan Ratna, sebenarnya gadis itu tak sama sekali punya kekasih. Hal ini dikarenakan ibundanya — Calon Arang, dikenal galak dan ditakuti di desa. Meski begitu toh si ibunda tidak mau tinggal diam melihat anaknya tak kunjung mendapatkan kekasih. Calon Arang melakukan berbagai cara agar Ratna anaknya mendapatkan kekasih dan menghentikan gosip-gosip di desa tentangnya.
Alkisah, sang bunda melakukan ritus-ritus ilmu hitam untuk mencapai tujuannya, agar anaknya segera dapat jodoh. Calon Arang bersama murid-muridnya berbondong-bondong mendatangi sesembahannya yaitu Dewi Durga untuk meminta memberinya kekuatan dalam menghancurkan dan membunuh orang-orang desa karena tak ada yang mau memperistri anaknya.
Di sana ia menari-nari untuk memanggil Dewi Durga, alkisah sang dewi datang memberinya kekuatan berupa sihir jahat untuk menyebarkan penyakit di desa. Calon Arang kegirangan, lalu kemudian mengeluarkan ilmunya, mengamuk-ngamuk di desa, menyebarkan ‘wabah penyakit’ ke masyarakat. Warga-warga Kahuripan terkena imbasnya, mereka meninggal terpapar disepanjang jalan, setiap harinya banyak korban yang terkena amuk Calon Arang.
Berita ini sampai ke Keraton, Airlangga sang raja mendengar berita ini. Airlangga kini memikirkan “bagaimana caranya aku menghentikan kejahatan Calon Arang?” awalnya Airlangga mengutus tentara Kahuripan ke desa Girah untuk membunuh Calon Arang. Namun di luar dugaanya, pasukannya kandas oleh sang nenek sihir.
Airlangga kini kebingungan untuk menghentikan Calon Arang dan menyelamatkan desanya. Di tengah malam, dia mendapatkan sekti/wahyu dari sang dewa untuk mengatasinya dengan pendekatan halus. Dia mengutus bawahannya Mpu Baradhah untuk menyelesaikan masalah Calon Arang. Mpu Baradah berenung dan akhirnya berusaha mengawinkan muridnya Mpu Bahula dengan Ratna Manggali. Calon Arang akhirnya bahagia, sangat Girang. Janda tersebut menyetujui pernikahan putri tunggalnya dengan Mpu Bahula.
Seiring perjalanannya, Mpu Bahula diperintahkan oleh Mpu Baradah untuk merebut pusaka sakti milik mertuanya Calon Arang. Hal tersebut berhasil dan membuat kekuatan Calon Arang Lemah. Kelemahan Calon Arang kini terbongkar oleh Mpu Baradah. Mpu Baradah pergi ke desa Giah untuk menyembuhkan orang yang sakit dan menghidupkan orang yang mati akibat ilmu teluh Calon Arang.
Mpu Baradah kemudian menemui Calon Arang yang sedang merenung di bukit dekat Candi Durga. Melihat Mpu Baradah, Calon Arang terkaget dengan pendeta suci tersebut. Calon Arang memohon ampun tapi dosanya kelewat besar, tapi ia tidak diampuni. Calon Arang akhirnya mengamuk dan menyemburkan api tapi hal itu berbalik pada dirinya. Calon Arang terpapar lemah dan tewas seketika. Mpu Baradah menghidupkannya sebentar untuk mengampuni dosanya, lalu mematikannya kembali dengan tenang.
Saking kondangnya tradisi lisan mengenai kisah Calon Arang ini, para sastrawan banyak yang menuliskan kisah ini ke dalam karya-karya sastra. Pramoedya Ananta Toer misalnya menulis buku Cerita Calon Arang. Buku yang ditulis novelis sohor tersebut menuai banyak kritik dari kalangan feminis Indonesia dikarenakan dinilai bias gender dengan memojokan Calon Arang (perempuan).
Jika dilihat dari kacamata ilmu sejarah yang empiris, cerita Calon Arang ini memang ada buktinya walaupun masih samar-samar. Bukti mengenai Calon Arang ini terdapat dalam Situs Calon Arang di Desa Sukorejo, Kecamatan ‘Gurah’, Kabupaten Kediri yang disinyalir merupakan tempat muasal tinggalnya Calon Arang. Situs tersebut dikelola oleh pemerintah. Dalam situs tersebut terdapat banyak bekas bebatuan juga peninggalan-peninggalan beserta benda-benda lain yang menurut kepercayaan masyarakat setempat merupakan situs tersebut dulunya merupakan tempat tinggal Calon Arang.
Hal tersebut menunjukan bahwasanya pandangan terhadap Calon Arang ini bukan hanya sepintas saja. Cerita Calon Arang ini secara historis sangat berkaitan hubungan diplomatik Jawa dan Bali. Calon Arang dikenal oleh rakyat Bali dan juga Jawa, mengapa hal ini terjadi? Calon Arang hidup di masa Airlangga memerintah Jawa yaitu sekitar 1019–1042 M.
Airlangga merupakan raja Jawa penyelamat dan penerus tahta Mataram kuno, pendiri Kahuripan lalu kemudian memecahnya menjadi Jenggala dan Kediri karena perebutan tahta turunannya. Airlangga merupakan ‘keturunan bangsawan Bali’ yaitu Udayana sebagai ayahnya yang menikah dengan Mahendradatta –ibunya, keturunan bangsawan Jawa. Sebagai raja Jawa keturunan Bali, nama Airlangga sangat dikenal dalam masyarakat Bali dan sangat dihormati. Semasa kecilnya Airlangga hidup di dalam dunia kebangsawanan Bali hingga ia menginjak remaja ia pindah ke Jawa untuk menikah dengan putri dari Dharmawangsa Teguh.
Lekatnya Airlangga dengan masyarakat Bali tentunya termasuk juga dengan isu-isu yang menyangkut pemerintahannya, yaitu Calon Arang. Penyebaran cerita Calon Arang yang sangat berkaitan dengan Airlangga ini menyebar pada masyarakat Bali yang kemudian menjadi cerita prosa rakyat Bali. Cerita Calon Arang di Bali sangat jauh lebih eksis dibandingkan dengan di Jawa sebagai tempat peristiwa itu terjadi. Calon Arang merupakan nama sakral di Bali, sangat identik dengan roh jahat.
Dalam masyarakat Bali, ketika mereka mendengar nama Calon Arang bulu kuduk tertiba menjadi merinding. Masyarakat Bali terbiasa memberi sesajen kepada Calon Arang pada waktu-waktu tertentu agar mereka terhindar dari amuk roh jahat tersebut. Dalam berbagai seni pertunjukan di Bali yang membawakan lakon Calon Arang ada pantangan jangan meninggalkan pertunjukan tersebut sampai benar-benar selesai karena jika tidak bisa Calon Arang bisa memberi malapetaka.
Pandangan rakyat Bali terhadap Calon Arang juga selalu diidentikan dengan ilmu leak. Calon Arang dikenal sebagai ‘ratu leak’ dalam pandangan mitologi Bali. Calon Arang juga kerap dijadikan simbolis dari upacara yang mengandung nilai-nilai moral. Calon Arang dipandang sebagai simbol magis dan kejahatan yang jauh dari kebaikan moralitas.